Responsive Ad

Kerajaan Wijayapura

Pada abad ke-7 di bagian utara Kalimantan Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Wijayapura yang dilanjutkan Kerajaan Nek Riuh (13 M - 14 M), Kerajaan Tan Unggal (15 M), dan Panembahan Sambas pada abad 16 M. Keempat kerajaan tersebut murni bercorak Hindu-Budha, tapi masuknya agama Islam di Kalimantan Barat, Panembahan Sambas merupakan kerajaan terakhir di utara Kalimantan Barat. Setelah keruntuhan Panembahan Sambas di Kota Lama, berdirilah sebuah Kerajaan
baru yaitu Kesultanan Sambas dengan Raden Sulaiman menjadi Sultan Sambas
pertama bergelar Sultan Muhammad Shafiuddin I yaitu pada tahun 1671.

Kerajaan Wijayapura adalah kerajaan bercorak Hindu yang berdiri sekitar abad ke-7. Kerajaan ini terletak di sekitar muara Sungai Rejang, Kalimantan Barat (Indonesia). Kerajaan Wijayapura juga dikenal dengan Kerajaan Sambas Kuno. Bukti kuat keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya benda-benda arkeologis berupa gerabah, patung dari masa Hindu, menurut perkiraan para ahli arkeologi, benda- benda itu berasal sekitar pada abad ke-6 M atau 7 M.

Hal ini ditambah lagi dengan melihat posisi wilayah Sambas yang berhampiran dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas dunia, sehingga diyakini bahwa pada sekitar abad ke-5 hingga 7 M di wilayah Sungai Sambas ini telah berdiri Kerajaan Sambas yaitu lebih kurang bersamaan dengan masa berdirinya Kerajaan Batu Laras di hulu Sungai Keriau yaitu sebelum berdirinya Kerajaan Tanjungpura.

Selain itu juga ditemukan benda-benda arkeologis lainnya seperti gendang gangsa dari Dongson, manik-manik batu akik dari India, patung Budha emas Boddhisatvas, semuanya di lembah sungai Sambas Kalimantan Barat menunjukkan adanya bentuk pemerintahan perdagangan sezaman atau lebih awal dari pemerintahan Sriwijaya (Nik Hassan Suhaimi, p.c).

Arca-arca Buddha berbahan emas, perak, dan perunggu yang ditemukan di Kota Sambas di Kalimantan Barat yang kini menjadi koleksi British Museum di London, Inggris. Diperkerikan arca-arca ini adalah peninggalan dari Kerajaan Wijayapura, menurut perkiraan para ahli arkeologi, benda- benda itu berasal sekitar pada abad ke-6 M atau 7 M, sedangkan kerajaan Wijayapura berdiri pada abad ke-6 atau 7 M.

Archa-archa Buddha berbahan emas  ditemukan di dalam guci tembikar pada dekade 1940-an. Temuan ini kemudian dijual oleh penemunya, dan jatuh ke tangan Tan Yeok Seong, seorang kolektor dan sejarahwan Asia Tenggara warga Singapura. Harta karun ini kemudian dibeli oleh seorang filantropi PT Brooke Sewell, yang kemudian menyumbangkannya kepada British Museum pada 1956.

Sangat sedikit referensi yang secara jelas menyebutkan nama Kerajaan Wijayapura / Sambas Kuno. Tapi dengan beberapa penemuan benda-benda arkeologis menjadi tolak ukur awal untuk menggali informasi-informasi tentang Kerajaan Wijayapura.

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. 

Kerajaan Sriwijaya berdiri semasa dengan Kerajaan Wijayapura. Kerajaan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan bercorak Budha yang berdiri di Pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Kalimantan (diperkirakan adalah Kerajaan Wijayapura). Kemaharajaan Sriwijaya telah wujud sejak 671 atau abad ke-6.

Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara bahari. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata (sampai ke pesisir wilayah Sambas, Kalimantan Barat).

Berdasarkan dari penemuan benda-benda arkeologis di wilayah kekuasaan Kerajaan Wijayapura itu dapat disimpulkan pula bahwa pada abad ke 6 dan 7 Masehi, Kerajaan Wijayapura / Sambas Kuno
telah menjalin kerjasama pada waktu itu, serta menjalin hubungan dagang dan keagamaan dengan Kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Wijayapura mendapat pengaruh budaya India ditandai munculnya kerajaan Wijayapura dengan pemakaian gelar Maharaja bagi pemimpin suatu kekerabatan (bubuhan) dan sekelompok orang lainnya yang bergabung dalam kepemimpinannya dalam kesatuan wilayah wanua (distrik), yang saling berseberangan dengan wanua-wanua tetangganya yang dihuni keluarga lainnya dengan dikepalai tetuanya sendiri. Gelar India Selatan warman  (yang melindungi) dilekatkan pada penguasa
wanua tersebut, yang kemudian memaksa wanua-wanua tetangganya membayar upeti berupa emas dan hasil alam yang laku diekspor. Klan-klan (bubuhan) mulai disatukan oleh suatu kekuatan politik yang memusat menjadi sebuah mandala (kerajaan) yang sebenarnya bukan tradisi Austronesia. Kerajaan awal ini sudah merupakan campuran kelompok yang datang dari beberapa daerah, tetapi di pedalaman bangsa Austronesia masih hidup dalam komunitas rumah panjang yang mandiri dan terpisah serta saling berperang untuk berburu kepala.


Sumber

http://www.misterpangalayo.com/2015/10/kerajaan-wijayapura-kerajaan-hindu-di.html

Post a Comment

0 Comments